PERNAHKAH kita memikirkan apa artinya istilah ”TUHAN, yang
menciptakan langit”, dan juga, ”Allah, yang menciptakan segala sesuatu”?
Istilah2 itu berarti bahwa pernah ada suatu waktu manakala Allah hanya seorang
diri. (Yesaya 42:5; Efesus 3:9) Tidak ada suatu barang ciptaan. Jadi selama
jangka waktu panjang di masa lampau Allah hanya seorang diri dan Ia belum
menjadi seorang Pencipta. Itu sebabnya nabi Musa berkata kepada Allah dalam
doanya: ”Sebelum gunung2 dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan
dari se-lama2nya sampai se-lama2nya Engkaulah Allah.” (Mazmur 90:2) Selama
jangka waktu yang panjang sebelum Ia menciptakan sesuatu, Allah tetap merasa
senang.
2 Kemudian datanglah saat ketika Allah
berkehendak menjadi seorang Bapa. Bukan untuk menjadi Pencipta barang2 yang tak
bernyawa atau tak berakal. Maksud Allah adalah untuk menciptakan makhluk2 yang
cerdas, anak2 yang serupa dengan Dia sebagai Bapa mereka. Jadi Ia berkehendak
untuk memikul tanggung-jawab dari satu keluarga. Anak2 macam apakah yang Ia
hendak ciptakan pada mulanya? Bukan anak2 manusiawi, karena ini berarti Ia
mesti membuat sebuah bola bumi lebih dulu supaya mereka dapat tinggal di sana.
Sepatutnya Allah membuat anak2 yang seperti Dirinya, yakni surgawi dan roh,
karena Ia sendiri adalah roh. Maka anak2 itu adalah anak2 rohani, yang dapat
memandang Dia dan dapat menghadap kepadaNya dan Iapun dapat berkomunikasi secara
langsung.
3 Adanya anak2 roh demikian dari Allah bukan cuma
khayalan agama. Penulis Kitab Ayub, mungkin sekali nabi Musa, menyebut tentang
anak2 roh ini dalam pasal pembukaan dari kitab itu. Tulisnya: ”Pada suatu hari
datanglah anak2 Allah menghadap TUHAN.” (Ayub 1:6) Suatu pertemuan lain yang
dihadiri oleh anak2 Allah sejati juga disebut dalam Kitab Ayub 2:1. Bahwa anak2
roh Allah ini sudah ada di alam surga yang tak kelihatan sebelum penciptaan
bumi kita, ditandaskan ketika Allah berbicara kepada Ayub dari dalam alam yang
tak kelihatan dan bertanya kepadanya: ”Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan
dasar bumi? . . . pada waktu bintang2 fajar ber-sorak2 ber-sama2, dan
semua anak Allah ber-sorak2?” Jelaslah bahwa anak2 Allah itu, yang bercahaya
laksana bintang fajar di langit, berminat kepada maksud Allah menciptakan bumi
kita dan mengagumi caranya Allah menciptakan bumi, ”membentangkan utara di atas
kekosongan, dan menggantungkan bumi pada kehampaan” di ruang angkasa.—Ayb
38:4-7; 26:7.
4 Siapakah putera roh yang pertama Allah
ciptakan? Putera yang pertama ini, karena keunggulannya, sepantasnya disebut
awal ciptaan Allah. Putera yang pertama ini, karena menjadi anggota pertama
dari keluarga surgawi Allah, dapat pula disebut anak sulung segala ciptaan. Jalan
pikiran ini mengingatkan kita kepada apa yang tertulis di Pasal 8 dari Kitab
Amsal, di mana hikmat ilahi digambarkan sebagai seseorang yang membicarakan
dirinya sendiri. Tentu saja, dalam teks asli Bahasa Ibrani dari Kitab Amsal,
kata ”hikmat” (hhakh·mah′) ada dalam bentuk wanita (feminin) dan
menyebut dirinya sebagai seorang wanita. (Amsal 8:1-4) Tentu saja hikmat ilahi
tidak hidup terpisah dari Allah. Hikmat selalu ada dalam Allah, maka itu tidak
diciptakan. Karena itu adalah menarik untuk mendengar bagaimana hikmat
melukiskan dirinya sebagai wanita, istimewa ketika dia berkata seterusnya:
”TUHAN telah
menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaanNya, sebagai perbuatanNya yang
per-tama2 dahulu kala. Sudah pada zaman purbakala aku dibentuk, pada mula pertama,
sebelum bumi ada. Sebelum air samudera raya ada, aku telah lahir, sebelum ada
sumber2 yang sarat dengan air. Sebelum gunung2 tertanam dan lebih dahulu dari
pada bukit2 aku telah lahir; sebelum Ia membuat bumi dengan padang2nya atau
debu dataran yang pertama. Ketika Ia mempersiapkan langit, aku di sana, ketika
Ia menggaris kaki langit pada permukaan air samudera raya, ketika Ia menetapkan
awan2 di atas, dan mata air samudera raya meluap dengan deras, ketika Ia
menentukan batas kepada laut, supaya air jangan melanggar titahNya, dan ketika
Ia menetapkan dasar2 bumi, aku ada sertaNya sebagai anak kesayangan, setiap
hari aku menjadi kesenanganNya, dan senantiasa ber-main2 di hadapanNya; aku
ber-main2 di atas muka bumiNya dan anak2 manusia menjadi kesenanganku.”—Amsal
8:22-31.
5 Pemuka2 Yahudi merasa cemas melihat
penerapan ayat2 Alkitab di atas. Dalam edisi Soncino Press dari Kitab Amsal,
terbitan 1945, kita membaca catatan ini di tepi halamannya: ”Bagi pembaca
bangsa Yahudi tafsiran ini sangat penting mengingat penerapan ayat2 ini dalam
ajaran Kristen oleh Bapa2 Gereja.” Apapun juga yang terjadi, Amsal 8:22 terang
menyebut tentang sesuatu ciptaan sebagai awal dari jalan Allah Yehuwa, sebagai
”perbuatanNya yang per-tama2 dahulu kala”. Suatu hikmat yang ”diciptakan”!
KERUB, MALAIKAT, SERAFIM
6 Kitab Suci membagi putera2 surgawi Allah
ke dalam tiga golongan. Golongan yang per-tama2 disebut adalah golongan
”kerub”. Kitab Kejadian 3:24 melukiskan sejumlah kerub ditempatkan oleh Allah
di sebelah timur dari Firdaus di bumi ”untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan”.
Bahwa kerub2 ini dekat pada pusat kekuasaan Allah dan bahwa mereka dengan loyal
menjagai kekuasaan itu, disebut oleh Asaf, penggubah mazmur. Tulisnya: ”Ya
Engkau, yang duduk di atas para kerub, tampillah bersinar.” (Mazmur 80:2 dan
judul kecilnya) Mazmur 99:1 juga menyinggung soal yang sama. Bunyinya: ”TUHAN
itu Raja, maka bangsa2 gemetar. Ia duduk di atas kerub2, maka bumi goyang.”
7 Juga Raja Hezekiah mewakili Allah yang
Mahakuasa di atas takhtanya di Yerusalem, menyebut hubungan antara kerub2
dengan takhta surgawi dari Penguasa semesta alam; ia berdoa: ”Ya TUHAN semesta
alam, Allah Israel, yang bertakhta di atas kerubim! Hanya Engkau sendirilah
Allah segala kerajaan di bumi; Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi.”
(Yesaya 37:16) Jadi, berulangkali, Pencipta dan Penguasa semesta alam,
dilukiskan sebagai bertakhta di atas ”anak2 Allah” yang dikenal sebagai kerub.
8 Di samping golongan kerub, ada satu golongan
lagi yang terdiri dari malaikat2. Tak ada alasan bersejarah untuk menyangsikan
adanya makhluk2 roh yang tidak kelihatan ini, sebab sudah ber-kali2 mereka
mengadakan penampilan di hadapan manusia, dan catatan ini bersifat otentik.
Kira2 pada tahun 1919 Seb. P.U. tiga orang malaikat Allah Yehuwa menjelma
dalam tubuh jasmani dan menampakkan diri kepada Abraham ketika ia sedang duduk
di bawah pohon2 besar di Mamre di tanah Kanaan. Beberapa waktu kemudian, dua
dari malaikat2 ini mengunjungi keponakan Abraham, Lut, di kota Sodom di tepi
Laut Mati, sehari sebelum kota fasik itu dimusnahkan oleh api dan belerang yang
menimpa atas kota itu. (Kejadian 18:1—19:29) Seabad kemudian cucu Abraham,
Yakub, kembali ke sebelah selatan ke tempat kakeknya biasa berkemah, dan ia
mendapat pengalaman yang kemudian dituturkan dalam Kejadian 32:1, 2:
”Yakub melanjutkan perjalanannya, lalu bertemulah malaikat2 Allah dengan dia.
Ketika Yakub melihat mereka, berkatalah ia: ’Ini bala tentara Allah.’ Sebab itu
dinamainyalah tempat itu Mahanaim [artinya, ’Dua Perkemahan’].”
9 Kata yang dipakai Alkitab untuk malaikat,
berarti juga ”utusan”, seperti dalam Maleakhi 3:1. Di sini kita baca: ”Lihat,
Aku menyuruh utusanKu (atau, malaikatKu), supaya ia mempersiapkan jalan di
hadapanKu!” Ber-kali2 malaikat surgawi itu dikirim dengan tugas untuk menyampaikan
suatu berita atau untuk melakukan suatu pekerjaan istimewa. Tak ada manusia
yang dapat menghalangi mereka untuk melaksanakan tugas mereka dari Allah, sebab
mereka mempunyai kekuasaan dan kekuatan yang melebihi kekuasaan dan kekuatan
manusia. Penulis mazmur menyadari hal ini, dan menulis: ”TUHAN sudah menegakkan
takhtaNya di sorga dan kerajaanNya berkuasa atas segala sesuatu. Pujilah TUHAN,
hai malaikat2Nya, hai pahlawan2 perkasa yang melaksanakan firmanNya dengan
mendengarkan suara firmanNya. Pujilah TUHAN, hai segala tentaraNya, hai
pejabat2Nya yang melakukan kehendakNya.”—Mazmur 103:19-21.
10 Golongan lain dari ”anak2 Allah” di surga
adalah serafim. Makhluk2 roh ini sangat hormat terhadap Allah. Ini nyata dari
penglihatan secara mujizat yang diberikan kepada nabi Yesaya. Marilah kita
perhatikan lukisannya: ”Dalam tahun matinya raja Uzia
[778/777 Seb. P.U.] aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang
tinggi dan menjulang, dan ujung jubahNya memenuhi Bait Suci. Para Serafim
berdiri di sebelah atasNya, masing2 mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai
untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan
dua sayap dipakai untuk me-layang2. Dan mereka berseru seorang kepada seorang,
katanya: ’Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh
kemuliaanNya!’” Nabi Yesaya sampai berteriak karena ketakutan akan keadaannya
yang najis. Ia menuturkan selanjutnya: ”Seorang dari pada Serafim itu terbang
mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya dengan sepit dari atas
mezbah. Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata: ’Lihat, ini telah
menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.’”
(Yesaya 6:1-7) Dalam penglihatan ini, tampaklah gairah dari para serafim untuk
membantu kita jadi kudus seperti Allah itu kudus adanya.
11 Jumlah seluruh ”anak2 Allah” surgawi ini, para
kerub, serafim dan malaikat2, mencapai jutaan. Nabi Daniel ketika di Babilon
diilhami untuk menuliskan penglihatan yang dilihatnya mengenai pemandangan di
singgasana surgawi: ”Sementara aku terus melihat, takhta2 diletakkan, lalu
duduklah Yang Lanjut Usianya; . . . seribu kali be-ribu2 melayani
Dia, dan selaksa kali ber-laksa2 [= 100.000.000] berdiri di hadapanNya.
Lalu duduklah Majelis Pengadilan dan dibukalah Kitab2.” (Daniel 7:9, 10)
Banyaknya ”anak2 Allah” di surga memperlihatkan betapa besar daya produktif
dari Bapa surgawi, yakni Allah Yehuwa yang Mahakuasa. Hebat sekali keluargaNya
yang terdiri dari anak2 yang taat di surga. Mereka bukanlah makhluk2 darah-daging,
sebab mereka sudah diciptakan sebelum penciptaan bumi, tempat tinggal kita
makhluk2 darah-daging. Jadi, ”anak2 Allah” di surga itu adalah roh, seperti
Allah juga roh adanya, dan mereka berbeda sekali dalam hakekatnya daripada kita
makhluk2 manusia yang hidup di atas bumi.
12 Untuk menunjukkan perbedaan yang nyata antara
Allah dan manusia (seperti orang2 Mesir purbakala) dan antara roh dan raga,
nubuat Yesaya 31:3 menganjurkan orang2 Israel supaya jangan meminta pertolongan
militer Mesir. Bunyi nubuat itu: ”Sebab orang Mesir adalah manusia, bukan
allah, dan kuda2 mereka adalah makhluk yang lemah, bukan roh yang berkuasa.”
Juga, dalam keterangan langsung bahwa ”anak2 Allah” di surga berbeda sekali
hakekatnya dari manusia, Mazmur 104:1-4 menyatakan: ”Pujilah TUHAN, hai jiwaku!
TUHAN, Allahku, Engkau sangat besar! Engkau yang berpakaian keagungan dan
semarak, yang berselimutkan terang seperti kain, yang membentangkan langit
seperti tenda, . . . yang mendirikan kamar2 lotengMu di air, yang
menjadikan awan2 sebagai kendaraanMu, yang bergerak di atas sayap angin, yang
membuat angin sebagai suruhan2Mu, dan api yang menyala sebagai pelayan2Mu.”
Jelaslah, Alkitab tidak membenarkan pendapat agama bahwa malaikat2 surgawi
mencakup jiwa manusia yang telah dipindahkan dari bumi ke dalam alam surgawi
yang tidak kelihatan. Semua ”anak2 Allah” yang berupa roh adalah bersaudara;
semua putera2 dari satu Bapa yang sama di surga.
PENCIPTAAN MANUSIA
13 Seorang bapa yang sejati menghasilkan anak2
karena ia suka kepada anak2. Tak ada maksudnya untuk memusuhi atau menjahati
mereka atau merasa senang bila ia dapat menyiksa mereka. Ia sangat memikirkan
kepentingan anak2 itu. Ia ingin mendapat kesenangan dari anak2nya karena mereka
mencerminkan dirinya dan merupakan satu pujian kepadanya, menimbulkan rasa
hormat dan ketaatan. Lama berselang seorang raja yang mempunyai banyak anak,
mendapat ilham untuk menulis yang berikut: ”Anak yang bijak mendatangkan
sukacita kepada ayahnya.” ”Ayah seorang yang benar akan ber-sorak2; yang
memperanakkan orang2 yang bijak akan bersukacita karena dia.”—Amsal 10:1;
23:24.
14 Mengenai sikap Bapa surgawi terhadap
makhluk2Nya yang cerdas, penulis mazmur, Daud, menulis: ”Seperti bapa sayang
kepada anak2nya, demikian TUHAN sayang kepada orang2 yang takut akan Dia. Sebab
Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.” (Mazmur 103:13, 14)
Apa yang Yehuwa ingini dari putera2Nya, ditunjukkanNya juga: ”Seorang anak
menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa,
di manakah hormat yang kepadaKu itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang
kepadaKu itu?” (Maleakhi 1:6) Yehuwa, Bapa surgawi itu tidaklah lebih rendah
daripada seorang bapa manusiawi dalam hal menunjukkan sifat2 yang mulia
terhadap makhluk2Nya, sebab Ia berfirman: ”Mereka akan menjadi milik
kesayanganKu sendiri, firman TUHAN semesta alam, pada hari yang Kusiapkan. Aku
akan mengasihani mereka sama seperti seseorang menyayangi anaknya yang melayani
dia.”—Maleakhi 3:17.
15 Dengan motif kasih-sayang, Allah Yehuwa
berkehendak menjadi bapa bagi anak2 dengan hakekat yang baru. Ini berarti
mereka tidak akan bersifat roh, tidak bersifat surgawi. Mereka akan memiliki
sifat2 yang lebih rendah daripada sifat2 roh, maka itu akan terkena pembatasan2
yang tidak dikenal oleh ”anak2 Allah” di surga. Namun pembatasan ini tidak akan
menyulitkan hidup mereka, malah akan benar2 menyenangkan. Sifat mereka adalah
sifat darah-daging atau manusiawi. Penciptaan anak2 dengan sifat2 yang lebih
rendah ini bukanlah karena Bapa surgawi sudah menjadi tidak puas dengan
keluargaNya yang terdiri dari anak2 roh; atau karena Ia membutuhkan sesuatu
yang baru guna menghibur Dirinya. Sebaliknya, penciptaan itu dimaksudkan untuk
memperlihatkan hikmat Allah yang hebat sebagai seorang Pencipta, dan untuk
mengutarakan kasihNya kepada makhluk2 lain lagi.
16 Tetap lebih dulu Allah harus memperoleh bahan
guna menciptakan keluarga ini yang terdiri dari manusia, dan juga satu tempat
tinggal yang cocok bagi keluarga manusia. Mengingat hal ini, Allah menciptakan
bumi, sebuah planet yang termasuk dalam tata surya yang menjadi sebagai dari
rasi bintang yang besar yang dikenal sebagai Bima Sakti. Dalam hal ini Alkitab
membuka kisah yang menakjubkan ini dengan menyatakan: ”Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi.” (Kejadian 1:1) Dengan penuh kasih-sayang Ia
mempersiapkan keadaan2 di bumi yang sudah mendingin, mengeras untuk tempat
tinggal manusia. Mengenai maksudNya terhadap bumi ini, ia berfirman:
”Sebab beginilah firman TUHAN, yang menciptakan langit,
—Dialah Allah—yang membentuk bumi dan menjadikannya dan yang menegakkannya,
—dan Ia menciptakannya bukan supaya kosong, tetapi Ia membentuknya untuk
didiami.”—Yesaya 45:18.
17 Keluarga manusia ini mempunyai tubuh yang
perlu bernafas supaya dapt tetap hidup, maka Ia mengadakan atmosfir di seputar
bumi. Mereka membutuhkan air minum, maka ia menyediakan banyak air. Mereka
membutuhkan tumbuh2an dan sayur2an untuk makanan mereka, maka Ia menyediakan
itu. Mereka membutuhkan sinar matahari demi kesehatan dan penglihatan mereka,
maka Ia menyingkirkan awan debu kosmis yang menghalangi sinar matahari untuk
sampai ke bumi dan belakangan Ia menjernihkan atmosfir supaya sinar matahari,
bulan dan bintang2 dapat menembus sampai ke permukaan bumi. Keluarga manusia
membutuhkan waktu2 tertentu untuk beristirahat dan tidur, maka Perancang agung
dari bumi ini membuat bumi berputar sehingga ada pergantian siang dan malam. Ia
membuat air penuh dengan ikat dan makhluk2 lain yang hidup di dalam air, unggas
yang terbang di udara, dan berbagai macam binatang darah: semua dengan tujuan
sendiri2 sehingga membawa kesejahteraan di bumi. Semua ini dikerjakan oleh
Pencipta yang pengasih selama jangka waktu enam hari penciptaan, yang Allah
sendiri sebut hari2 penciptaan.—Kejadian 1:1-25.
18 Menjelang akhir hari penciptaan yang keenam,
segala sesuatu di atas dan di sekitar bumi sudah siap sehingga Bapa surgawi
dapat memulai dengan penciptaan keluarga manusia. Pada ketika itulah Ia
mengumumkan apa yang akan menjadi puncak dari pekerjaan penciptaanNya di bumi,
sebagaimana kita baca di Kejadian 1:26: ”Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan2 di laut dan
burung2 di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang
melata yang merayap di bumi.”
19 Dalam teks Ibrani dari kisah penciptaan ini,
perkataan untuk ”Allah” adalah e·lo·him′, yang merupakan bentuk jamak
dari perkataan e·lo′ah; bentuk jamak di sini dipakai dalam Kitab
Kejadian untuk menonjolkan keunggulan dan keagungan, dan bukan sejumlah ilah
atau allah, dua atau tiga allah atau lebih. Itu sebabnya kata kerja yang
menyertai perkataan E·lo·him′ berbentuk tunggal. Jadi apabila kita
membaca: ”Berfirmanlah Allah [E·lo·him′]: ’Baiklah Kita,’” tidaklah
berarti bahwa Allah sedang berbicara kepada Dirinya sendiri. Ia bukanlah allah
tritunggal, satu allah tiga oknum, dan salah satu oknum dalam DiriNya sedang
berbicara kepada kedua oknum yang lain, ”Baiklah Kita.” Dalam Kitab Kejadian
2:4 Pencipta ini disebut Allah Yehuwa, dan di kemudian hari penulis ini,
nabi Musa, berkata: ”Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN
itu esa!” Tidak ada dua atau tiga Yehuwa, cuma satu atau esa! Allah tritunggal,
satu allah tiga oknum adalah satu ciptaan agama kafir. Itu satu ajaran
bohong.—Ulangan 6:4.
20 Karena itu, ketika Allah (E·lo·him′)
berfirman: ”Baiklah Kita,” Ia sedang berbicara kepada seseorang lain yang
terpisah dari Dirinya di dalam alam roh yang tak kelihatan. Rasanya tidak
mungkin bahwa Allah Yehuwa di sini sedang berbicara kepada 100.000.000 malaikat
atau lebih lagi, yang berhamba kepadaNya, dan meminta bantuan mereka dalam
menciptakan manusia. Adalah sangat logis jika ia sedang bicara kepada Putera
surgawinya yang sulung, awal segala ciptaan Allah. Anak sulung dari keluarga
Allah di surga inilah yang selayaknya mendapat kehormatan dan kedudukan
terkemuka sehingga diajak untuk bekerja sama dengan Bapa surgawinya dalam
menciptakan manusia di bumi. Persoalannya menjadi mudah sekarang. Karena putera
sulung surgawinya memiliki ”gambar” dan ”rupa” dari Bapa surgawinya, sepatutnya
Allah dapat berkata kepadanya: ”Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar
dan rupa Kita.” Seorang yang memiliki gambar Allah dan menurut rupaNya tidak
se-kali2 berarti ia sama dengan Allah Yehuwa. Suatu ”gambar” tidaklah sama
dengan barang aslinya!
MANUSIA PERTAMA DI FIRDAUS
21 Kitab Kejadian, pasal 2, menguraikan
penciptaan manusia. Kejadian 2:7, 8 melukiskannya begini: ”Ketika itulah TUHAN
Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke
dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah
ditempatkanNya manusia yang dibentukNya itu.” Dalam Alkitab Terjemahan Syria
purba, kata Firdaus dipakai sebagai ganti kata ”taman”; Alkitab Terjemahan
Douay juga menggunakan kata Firdaus dan mengatakan: ”Dan Tuhan Allah telah
membuat suatu firdaus kesenangan dari mulanya; di sanalah Ia menempatkan
manusia yang telah dibentuknya.”—Kejadian 2:8, Dy.
22 Marilah kita sekali lagi memperhatikan apa
yang dikatakan Kejadian 2:7 mengenai penciptaan manusia. Apakah ayat itu
mengatakan bahwa Allah Yehuwa menaruh dalam diri manusia satu jiwa yang
terpisah dan berbeda dari tubuhnya? Memang banyak orang beragama yang ingin
memasukkan pendapat demikian ke dalam ayat itu. Alkitab Bahasa Spanyol
terjemahan F. Torres Amat–S. L. Copello, terbitan 1942 P.U., berbunyi
begini bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia: ”Lalu Tuhan Allah
membentuk manusia dari tanah bumi, dan menghembuskan ke dalam mukanya napas atau
roh kehidupan, dan manusia yang tertinggal itu hidup dengan jiwa yang
rasionil” Ini sangat berbeda dengan Terjemahan Klinkert yang berbunyi:
”Demikianlah manusia itu menjadi suatu nyawa yang hidup adanya.” Agar para
pembaca dapat melihat terjemahan kata-demi-kata (dibaca dari kanan ke kiri)
dari teks Bahasa Ibrani, maka di bawah ini kami perlihatkan photocopy dari
bagian ini dari Kejadian 2:7 sebagaimana terdapat dalam The Interlinear
Literal Translation of the Hebrew Old
Testament, karya G. R. Berry, copyright 1896-1897:
Tuhan Allah membuat manusia dari debu tanah, dan
menghembuskan ke dalam lubang hidungnya nafas hidup; dan manusia menjadi jiwa
yang hidup. 8 ¶ Dan Tuhan Allah membuat sebuah taman
מִן־הָאֲדָמָה עָפָר
אֶת־הָאָדָם אֱלֹהִים יהוָֹהְ
tanah dari
debu [dari] manusia
Allah Yehuwa
הָאָדָם וַיְהִי חַיִּים נִשְׁמַת בְּאַפָּיו ויִּפַּחַ
manusia menjadi dan
;hidup nafas lubang hidungnya dalam menghembuskan dan
8 בְּעֵדֶן גַּן אֱלֹהִים יְהוָֹה וַיִּטַּע חַיָּה לנֶפֶשְׁ
Eden dalam taman sebuah Allah Yehuwa membuat Dan hidup jiwa
23 Karena Firman Allah yang terilham dengan jelas
menyatakan: ”Manusia menjadi nyawa yang hidup”, maka manusia adalah satu
nyawa atau jiwa. Alkitab menyatakan yang benar! Alkitab adalah sumber berwenang
yang dapat menerangkan apakah jiwa manusia itu. Para filsuf kafir di zaman
purba, yang tidak memiliki Firman Allah yang tertulis adalah orang2 yang
mengajarkan bahwa dalam diri manusia terdapat satu jiwa yang tidak kelihatan
yang meninggalkan tubuh dan pergi ke alam roh apabila tubuh manusia itu mati. Dalam
teks Bahasa Ibrani, kata untuk ”jiwa” adalah neph′esh; dalam Terjemahan
Septuaginta Yunani dari Kitab Suci Ibrani, kata itu adalah psy·khe′.
Maka itu, apa yang terjadi atas tubuh manusia terjadi juga atas jiwa manusia.
Bukan cuma tubuh manusia yang mati, tetapi seperti firman Allah Yehuwa di
Yehezkiel 18:4: ”Segala jiwa orang Aku yang empunya dia, . . . jiwa
yang berdosa itu juga akan mati.”—Klinkert. (Juga, ayat 20)
24 Manusia bukanlah dari alam roh, bukan rohani.
Manusia adalah dari bumi: ”TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah.”
(Kejadian 2:7) Tubuh yang Allah ciptakan untuk manusia terdiri dari unsur2 yang
diambil dari bumi dan atmosfir. Itu bukanlah satu tubuh rohani, dan itu tidak
bisa dijelmakan menjadi rohani sehingga tidak kelihatan dan dapat hidup di alam
roh. Melainkan satu tubuh jasmani, yang terpisah dan berbeda dengan tubuh
rohani seperti yang dimiliki oleh ”anak2 Allah”. Seperti kata seorang
komentator Alkitab abad pertama P.U.: ”Jika ada tubuh alamiah, maka ada
pula tubuh rohaniah.” Dua macam tubuh itu janganlah dikacaukan, dan Alkitab
tidak mencampur-baurkan itu.—1 Korintus 15:44.
25 Tubuh manusia yang telanjang yang Allah bentuk
dari debu tanah di Firdaus Kesenangan, adalah sempurna; tak ada anggotanya yang
kurang. ”PekerjaanNya sempurna, karena segala jalanNya adil.” (Ulangan 32:4)
”Lihatlah, hanya ini yang kudapati: bahwa Allah telah menjadikan manusia yang
jujur, tetapi mereka mencari banyak dalih.” (Pengkhotbah 7:29) Agar tubuh
manusia yang pertama itu hidup dan berfungsi dengan sempurna, Allah tidak
mengambil suatu ”jiwa” (psy·khe′) dari surga yang me-layang2 laksana
seekor kupu2, dan kemudian menghembuskannya ke dalam tubuh yang tidak bernyawa
itu, seperti kepercayaan bangsa Yunani kafir. Yang Allah hembuskan ke dalam
tubuh itu bukan cuma hawa udara untuk mengembangkan paru2nya. Bukan pula
pernapasan dari mulut ke mulut seperti menolong seorang yang tenggelam. Yang
Allah hembuskan ke dalam lubang hidungnya adalah ”nafas hidup”, yang bukan saja
membuat paru2 itu jadi terisi hawa udara, melainkan juga daya hidup yang
kemudian dipertahankan melalui pernapasan. Dengan cara beginilah ”manusia
menjadi nyawa yang hidup”.
26 Allah Yehuwa menjadi Bapa atau Pangkal
Kehidupan dari jiwa manusia yang pertama. Bahan2 yang dipakai untuk membuat
tubuh manusia itu diambil dari bumi atau tanah, yang dalam Bahasa Ibrani
disebut a·da·mah′; maka jiwa yang hidup ini sepantasnya disebut Adam.
(Kejadian 5:1, 2) Bapa surgawi itu mempunyai maksud dalam menempatkan anak
manusiawinya di Firdaus Eden, dan Ia menanamkan maksud itu dalam hidup Adam.
Mengenai ini kita baca di Kejadian 2:15: ”TUHAN Allah mengambil manusia itu dan
menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.”
Allah memberi tugas kepada Adam sebagai pemelihara Firdaus, seorang pemelihara
kebun. Agar kita mengetahui apa yang tumbuh dalam taman Eden itu di bumi, kita
membaca: ”TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; . . .
Lalu TUHAN Allah menumbuhkan ber-bagai2 pohon dari bumi [a·da·mah′],
yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di
tengah2 taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.”
(Kejadian 2:8, 9) Karena taman itu memiliki ”berbagai pohon dari bumi yang
menarik” maka taman Eden itu pasti merupakan satu taman yang indah. Di antara
pohon2 ”yang baik untuk dimakan” di sana adalah pohon ara.
27 Cuma suatu Allah yang pengasih akan memberikan
kepada putera manusiawiNya sebuah Firdaus Kesenangan sebagai tempat tinggalnya,
yang paling indah dari seluruh bumi. Sebagai seorang yang sempurna, Adam tentu
dapat menghargai taman ini dan keindahannya. Ia bukan seorang diri di sana. Ada
berbagai macam ikan di dalam sungai yang berpangkal di taman itu dan yang
bercabang ke daerah2 di luar batas dari taman itu. (Kejadian 2:10-14) Juga ada
ber-macam2 unggas, binatang darat, yang jinak dan yang liar. Allah mengatur
agar Adam mengenal makhluk2 yang lebih rendah ini di bumi.
”Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan
dan segala burung di udara. DibawaNyalah semuanya kepada manusia itu untuk
melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu
kepada tiap2 makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. Manusia
itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung2 di udara dan kepada
segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang
sepadan dengan dia.”—Kejadian 2:19, 20.
28 Ketika binatang2 liar itu diperkenalkan kepada
Adam, muncullah seekor binatang yang berbulu dan bertangan panjang. Adam
menyebutnya qoph, yang berarti ”kera”. (1 Raja2 10:22; 2 Taw.
9:21) Ketika Adam melihat kera ini, ia tidak merasa bahwa binatang itu anggota
keluarganya. Ia tidak percaya bahwa ia adalah keturunan dari binatang tersebut.
Ia tidak berteriak kegirangan: ”Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging
dari dagingku.” Adam mendapat keterangan dari Allah bahwa qoph (kera)
itu sudah diciptakan lebih dulu pada ”hari” penciptaan keenam, dan bahwa ia,
Adam, diciptakan tersendiri oleh Allah—tidak ada hubungan darah-daging apapun
juga dengan kera atau binatang lain manapun. Adam mengetahui ada empat macam
binatang. Sebagaimana dinyatakan sembilan belas abad yang lalu, sesuai dengan
ilmu pengetahuan sekarang: ”Bukan semua daging sama: daging manusia lain dari
pada daging binatang, lain dari pada daging burung, lain dari pada daging
ikan.” (1 Korintus 15:39) Meskipun Firman Allah menyebut qoph
(kera) sebagai ”jiwa yang hidup”, kera bukanlah ”jodoh” bagi Adam atau yang
cocok untuk menjadi temannya.—Kejadian 2:20.
29 Ketika Adam mengamati semua binatang liar di
padang, ia melihat seekor binatang bersisik yang tidak berkaki melata di tanah
atau di atas pohon. Adam menyebut binatang itu na·hhash′, yang berarti
”ular”. Binatang itu tidak berbicara dengan Adam, dan Adampun tidak mengajak
binatang itu bicara. Binatang itu hanya dapat berdesis, tetapi tidak dapat
berbicara. Adam tidak takut kepada binatang itu atau kepada binatang lain. Ia
tidak menyembah satupun dari antara binatang itu karena beranggapan bahwa
binatang itu suci; ia tidak menyembah bahkan seekor lembu. Allah telah
menaklukkan binatang2 itu kepadanya, sebab ia adalah putera Allah di bumi,
dibuat menurut gambar Allah dan peta Allah. Maka Adam cuma menyembah kepada
Bapanya di surga, ”Allah sejati”, Yehuwa.
KEMUNGKINAN HIDUP KEKAL DI ATAS BUMI
30 Berapa lama Adam diperuntukkan hidup, dan di
mana? Bukanlah maksud Allah supaya Adam mati dan membiarkan Firdaus Eden
terbengkalai. Bumi tidak boleh ditinggal kosong tanpa umat manusia. Allah
memberikan kepada Adam kesempatan untuk hidup kekal di atas bumi di dalam
Firdaus Eden. Tetapi ini bergantung kepada ketaatan kekal Adam terhadap
Pencipta dan Allahnya. Allah tidak menanamkan kecenderungan untuk mendurhaka
atau untuk berbuat dosa dalam diri Adam. Sebaliknya Allah menanamkan dalam diri
puteraNya di bumi sifat2 ilahi seperti keadilan, hikmat, kekuasaan dan kasih,
dengan perasaan moralnya yang sempurna. Namun demikian, sebagai tanda dari
kedaulatanNya di semesta alam, Allah dapat dengan selayaknya, menguji puteraNya
di bumi, tanpa rasa curiga apapun terhadap Adam. Ujian yang Allah lakukan
terhadap Adam merupakan satu pembatasan kecil terhadap kebebasannya. Kita baca:
31 ”Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada
manusia: ’Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas,
tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah
kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’”—Kej.
2:16, 17.
32 Di sini Pemberi Kehidupan yang agung
menghadapkan kepada Adam kemungkinan untuk hidup kekal atau mati kekal.
Mendurhaka kepada Bapa surgawinya pasti mengakibatkan kematian bagi Adam untuk
se-lama2-nya. Ketaatan yang pengasih seperti seorang anak kepada bapanya, akan
mendatangkan kehidupan kekal. Pahalanya jika Adam terus taat bukanlah
kepindahan ke surga, sebab Adam tidak dibuat untuk hidup ber-sama2 dengan
malaikat, melainkan diperuntukkan hidup kekal di dalam Firdaus Kesenangan di bumi.
”Langit itu langit kepunyaan TUHAN, dan bumi itu telah diberikanNya kepada
anak2 manusia.” (Maz. 115:16) Kehidupan kekal Adam tidak ditentukan dengan
jalan makan buah pohon pengetahuan tentang hal yang baik dan jahat, melainkan
dengan ”pohon kehidupan di tengah2 taman itu”.—Kej. 3:22.
33 Bagaimana pengertian Adam semestinya terhadap
ungkapan ”pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati”? Tidak ada alasan
atau dasar bagi Adam untuk berpikir bahwa hari itu lamanya seribu tahun,
menurut keterangan belakangan dari nabi Musa yang ditujukan kepada Allah
Yehuwa: ”Sebab di mataMu seribu tahun sama seperti hari kemarin.” (Maz. 90:4
dan judulnya) Adam tentu tidak berpikir: ’Ah, walaupun aku mendurhaka dan harus
mati, aku toh masih dapat menikmati hari yang panjangnya seribu tahun; ini
sudah lumayan.’ Tidak ada alasan bagi Adam untuk berpikir demikian.
Pengertiannya tentu bahwa ”hari” yang disebut Allah itu panjangnya 24 jam.
Karena Allah berbicara menurut pengertian dari puteraNya di bumi, maka Allah tentu
memaksudkan satu hari 24 jam. Allah tidak maksudkan, ’Pada hari yang
lamanya seribu tahun manakala kau makan buah pohon pengetahuan hal yang baik
dan jahat, kau akan mati.’ Pengertian demikian dapat mengurangi kekuatan dari
peringatan Allah.
34 Adam mendapat peringatan keras ini langsung
dari Allah, walaupun Allah mungkin berbicara kepada Adam melalui seorang
malaikat yang tidak kelihatan. Itu merupakan firman Allah, berita Allah. Allah
berbicara kepada Adam dari alam yang tidak kelihatan. Ia tidak menggunakan
binatang yang lebih rendah, seperti seekor ular yang menyampaikan pesanNya
kepada puteraNya di bumi, Adam. Seandainya demikian, binatang itu mungkin
seterusnya akan digunakan sebagai lambang Allah dan dianggap suci, dan
dihormati. Tetapi Allah sejati tidak ingin makhluk2nya menyembah kepadaNya
dengan perantaraan seekor binatang. Di Firdaus Kesenangan Adam menyembah Allah
secara langsung. Jika karena kasih ia terus berbuat demikian se-lama2nya, tentu
komunikasi demikian dengan Allah akan berlangsung se-lama2nya. Betapa mulia
kehormatan yang dimiliki Adam untuk dapat diam bersama Allah di dalam Firdaus
di atas bumi untuk se-lama2nya!
[Catatan Kaki]
Lihatlah Buku ”Melawan Praxeas”, karangan Tertullian. Dalam
buku itu, Pasal 7, ia menyatakan: ”Putera itu juga mengakui Bapanya,
dengan berbicara dalam dirinya sendiri, dengan menggunakan nama Hikmat; ’TUHAN
telah menciptakan aku sebagai permulaan jalannya.’” Lihat pula komentar
mengenai Amsal 8:22 oleh Justin Martyr, Irenaeus, Athenagoras, Theophilus dari
Antiochia, Clement dari Iskandaria, Orang2 Siprus (Perjanjian dari), ”De
Principiis”, karangan Origen, Dionysius, dan Lactantius.
Dalam bahasa Spanyol: ”Formó, pues, el Señor Dios al hombre
del lodo de la tierra, e inspiróle en el rostro un soplo o espíritu
de vida, y quedó hecho el hombre viviente con alma racional.”
Salah satu arti dari kata psy·khe′ dalam Bahasa
Yunani adalah ”kupu2 atau ngengat”.—Lihatlah Liddell and Scott’s Greek-English
Lexicon, Jilid 2, halaman 2027, lajur kedua, VI. Di dalam
mythologi Yunani dan Romawi, Psyche merupakan seorang gadis cantik yang
menggambarkan jiwa dan dicintai oleh dewa Eros.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar