Minggu, 24 November 2013

Perjamuan malam Tuan (Peringatan )

Perjamuan Malam Tuan (Peringatan)
Definisi: Perjamuan untuk memperingati kematian Yesus Kristus; jadi, peringatan kematiannya, kematian yang pengaruhnya jauh lebih luas daripada kematian siapa pun. Inilah satu-satunya peristiwa yang Tuan Yesus Kristus perintahkan kepada murid-muridnya untuk diperingati.—1 Kor. 11:20.

Apa makna penting Peringatan?

Kepada rasul-rasulnya yang setia, Yesus berkata, ”Teruslah lakukan ini sebagai peringatan akan aku.” (Luk. 22:19) Ketika menulis kepada para anggota sidang Kristen yang dilahirkan dengan roh, rasul Paulus menambahkan, ”Setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu terus mengumumkan kematian Tuan, sampai ia tiba.” (1 Kor. 11:26) Jadi, Peringatan menarik perhatian istimewa kepada makna penting kematian Yesus Kristus dalam pelaksanaan maksud-tujuan Yehuwa. Hal ini menonjolkan arti kematian Yesus sebagai korban terutama sehubungan dengan perjanjian baru dan bagaimana kematiannya mempengaruhi orang-orang yang akan menjadi ahli waris Kerajaan surgawi bersamanya.—Yoh. 14:2, 3; Ibr. 9:15.

Peringatan juga mengingatkan bahwa kematian Yesus dan caranya hal itu terjadi, selaras dengan maksud-tujuan Allah seperti dinyatakan dalam Kejadian 3:15 dan selanjutnya, dimaksudkan untuk menyucikan nama Yehuwa. Dengan memelihara integritas kepada Yehuwa sampai mati, Yesus membuktikan bahwa dosa Adam tidak disebabkan oleh kesalahan apa pun dari Pencipta dalam hal merancang manusia tetapi bahwa manusia dapat dengan sempurna mempertahankan pengabdian yang saleh bahkan di bawah tekanan yang hebat, dan dengan demikian Yesus membenarkan Allah Yehuwa sebagai Pencipta dan Penguasa Universal. Selain itu, Yehuwa bermaksud agar kematian Yesus menyediakan suatu korban manusia sempurna yang dibutuhkan untuk menebus keturunan Adam, dengan demikian bermiliar-miliar orang yang menjalankan iman dapat memperoleh hidup kekal dalam suatu bumi firdaus, sebagai penggenapan maksud-tujuan Yehuwa yang semula dan sebagai pernyataan kasih-Nya yang besar untuk umat manusia.—Yoh. 3:16; Kej. 1:28.

Asal usul Natal zaman Modern

Asal Usul Natal Zaman Modern

BAGI jutaan orang di seluruh dunia, Natal adalah saat yang penuh sukacita dalam setahun. Inilah waktunya untuk makan-makan, menjalankan tradisi turun-temurun, dan menikmati kebersamaan dalam keluarga. Hari Natal adalah juga kesempatan bagi sahabat dan sanak saudara untuk bertukar kartu dan hadiah.

Akan tetapi, 150 tahun yang lalu, Natal sebenarnya merupakan hari raya yang sangat berbeda. Dalam bukunya, The Battle for Christmas, profesor sejarah Stephen Nissenbaum menulis, ”Natal . . . adalah saat untuk bermabuk-mabukan karena aturan-aturan yang menuntun perilaku manusia dalam masyarakat untuk sementara diabaikan demi ’karnaval’, semacam Mardi Gras di bulan Desember.”

Bagi orang yang sangat menghormati Natal, gambaran ini mungkin mengganggu perasaannya. Mengapa orang-orang sampai hati menodai hari raya yang bertujuan memperingati kelahiran Putra Allah? Jawabannya mungkin mengejutkan saudara.

Dasar yang Keliru

Sejak kemunculannya pada abad keempat, Natal telah diliputi oleh berbagai kontroversi. Misalnya, timbul pertanyaan tentang hari kelahiran Yesus. Karena Alkitab tidak memerinci hari maupun bulan kelahiran Yesus, berbagai tanggal telah diajukan. Pada abad ketiga, sekelompok teolog Mesir menetapkan tanggal 20 Mei sebagai hari kelahiran Yesus, sedangkan para teolog lainnya lebih menyukai tanggal-tanggal yang lebih awal, seperti tanggal 28 Maret, 2 April, atau 19 April. Menjelang abad ke-18, kelahiran Yesus dikaitkan dengan setiap bulan dalam setahun! Kalau begitu, bagaimana tanggal 25 Desember yang akhirnya terpilih?

Kamis, 21 November 2013

Berpautlah pada Ibadat Sejati--natal.


 
Apa yang Alkitab ajarkan tentang pemujaan patung dan leluhur?

Apa pandangan orang Kristen mengenai hari raya agama?

Bagaimana caranya menjelaskan kepercayaan Anda tanpa menyinggung perasaan orang?

KATAKANLAH Anda baru saja tahu bahwa seluruh lingkungan tempat tinggal Anda telah tercemar. Seseorang diam-diam telah membuang limbah beracun di daerah itu, dan sekarang kehidupan semua orang terancam bahaya. Apa yang akan Anda lakukan? Sebisa mungkin, Anda tentu akan pindah dari sana. Tetapi, setelah itu, Anda masih dihantui pertanyaan penting, ’Apakah saya sudah terkena racun?’

2 Demikian pula keadaannya dengan agama palsu. Alkitab mengajarkan bahwa agama seperti itu sudah tercemar dengan ajaran dan cara beribadat yang najis. (2 Korintus 6:17) Itulah sebabnya mengapa begitu penting untuk keluar dari ”Babilon Besar”, imperium agama palsu sedunia. (Penyingkapan 18:2, 4) Sudahkah Anda melakukannya? Jika sudah, Anda patut dipuji. Tetapi, ada lagi yang dituntut selain memutuskan hubungan dengan agama palsu. Anda selanjutnya harus bertanya kepada diri sendiri, ’Apakah masih ada sisa-sisa agama palsu yang mencemari diri saya?’ Pertimbangkan beberapa contoh.

Berbagai Perayaan yang Tidak Menyenangkan Allah


 
”Teruslah pastikan apa yang diperkenan Tuan.”—EFESUS 5:10.

”PARA penyembah yang benar,” kata Yesus, ”akan menyembah Bapak dengan roh dan kebenaran, karena, sesungguhnya, Bapak mencari orang-orang yang seperti itu supaya mereka menyembah dia.” (Yohanes 4:23) Pada waktu Yehuwa menemukan orang-orang seperti itu—sebagaimana Ia menemukan Saudara—Ia menarik mereka kepada-Nya dan kepada Putra-Nya. (Yohanes 6:44) Benar-benar suatu kehormatan! Tetapi, para pencinta kebenaran Alkitab harus ’terus memastikan apa yang diperkenan Tuan’, sebab Setan adalah penipu ulung.—Efesus 5:10; Penyingkapan 12:9.

2 Perhatikan apa yang terjadi di dekat Gunung Sinai ketika orang Israel meminta Harun membuatkan suatu allah untuk mereka. Harun dengan berat hati menuruti keinginan mereka, lalu membuat sebuah anak lembu emas tetapi dia secara tidak langsung menyatakan bahwa patung itu melambangkan Yehuwa. ”Besok ada perayaan bagi Yehuwa,” katanya. Apakah Yehuwa bersikap masa bodoh terhadap peleburan agama yang sejati dengan yang palsu? Tidak. Atas perintah-Nya, kira-kira tiga ribu penyembah berhala dibunuh. (Keluaran 32:1-6, 10, 28) Hikmahnya? Jika kita ingin tetap berada dalam kasih Allah, kita tidak boleh ”menyentuh apa pun yang najis” dan harus dengan sungguh-sungguh menjaga kebenaran tetap bersih dari unsur apa pun yang bersifat merusak.—Yesaya 52:11; Yehezkiel 44:23; Galatia 5:9.

3 Sayang sekali, setelah kematian para rasul, yang menjadi penahan kemurtadan, orang Kristen palsu yang tidak mengasihi kebenaran mulai mengadopsi berbagai kebiasaan, perayaan, dan hari raya kafir, yang mereka beri label Kristen. (2 Tesalonika 2:7, 10) Kalau Saudara perhatikan, beberapa perayaan tersebut tidak mencerminkan roh Allah, tetapi roh dunia. Umumnya, berbagai perayaan duniawi memiliki kesamaan, yaitu memikat keinginan daging dan mendukung kepercayaan agama palsu serta spiritisme—ciri khas ”Babilon Besar”. (Penyingkapan 18:2-4, 23) Ingatlah juga bahwa Yehuwa melihat sendiri praktek-praktek agama kafir yang menjijikkan yang menjadi sumber dari banyak kebiasaan populer. Tidak diragukan, dewasa ini pun Ia merasa jijik terhadap perayaan-perayaan seperti itu. Tidakkah kita seharusnya menganggap pandangan-Nya tersebut sangat penting?—2 Yohanes 6, 7.

Rabu, 20 November 2013

Hades


 

Kata ini adalah transliterasi yang umum ke dalam bahasa Indonesia dari padanan Yunaninya, haides. Artinya mungkin ”tempat yang tidak kelihatan”. Secara keseluruhan, kata ”Hades” muncul sepuluh kali dalam manuskrip-manuskrip paling awal Kitab-Kitab Yunani Kristen.—Mat 11:23; 16:18; Luk 10:15; 16:23; Kis 2:27, 31; Pny 1:18; 6:8; 20:13, 14.

King James Version menerjemahkan haides sebagai ”neraka” dalam ayat-ayat tersebut, tetapi Revised Standard Version menerjemahkannya ”Hades”, kecuali di Matius 16:18 yang menggunakan ungkapan ”kuasa kematian”, meskipun catatan kakinya berbunyi ”gerbang-gerbang Hades”. Banyak terjemahan modern menggunakan kata ”Hades” dan bukannya ”neraka”.

Kitab-Kitab Ibrani (dari Kejadian sampai Maleakhi) terjemahan Septuaginta Yunani menggunakan kata ”Hades” 73 kali; 60 kali di antaranya untuk menerjemahkan kata Ibrani syeʼohl, yang umumnya ditransliterasi menjadi ”Syeol”. Lukas, yang diilhami Allah untuk menulis buku Kisah, dengan jelas memperlihatkan bahwa Hades adalah padanan kata Yunani untuk Syeol sewaktu ia menerjemahkan kutipan Petrus dari Mazmur 16:10. (Kis 2:27) Kebalikannya, dalam sembilan terjemahan Ibrani modern dari Kitab-Kitab Yunani Kristen, kata ”Syeol” digunakan untuk menerjemahkan kata Hades di Penyingkapan 20:13, 14; dan terjemahan Siria menggunakan kata yang terkait, Syiul.

Dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen, kata Hades berkaitan dengan kematian, baik dalam ayatnya sendiri maupun dalam konteksnya, kecuali dalam dua pemunculan yang akan dibahas di paragraf berikut. Hades tidak memaksudkan kuburan tunggal (Yn., tafos), atau makam tunggal (Yn., mnema), atau makam peringatan tunggal (Yn., mne·meion), tetapi kuburan umum umat manusia, tempat orang mati dan orang-orang yang dikubur, tidak kelihatan. Jadi, artinya sama dengan padanan katanya, ”Syeol”, dan fakta itu terbukti dengan memeriksa penggunaannya dalam kesepuluh pemunculan kata Hades itu.—Lihat KUBURAN; SYEOL.

Neraka—Siksaan Kekal atau Kuburan Umum?


 

APAKAH saudara telah diberi tahu bahwa Bapa-Bapa Gereja masa awal, teolog-teolog abad pertengahan dan para Reformis menyatakan bahwa siksaan yang dialami di neraka bersifat kekal? Jika demikian, mungkin saudara akan terkejut bila mengetahui bahwa beberapa sarjana Alkitab yang sangat terpandang sekarang sedang menantang pandangan itu. Di Inggris, salah seorang dari antara mereka, John R. W. Stott, menulis bahwa ”Alkitab menunjuk ke arah pembinasaan, dan bahwa ’siksaan kekal secara sadar’ adalah suatu tradisi yang harus tunduk kepada wewenang tertinggi dari Alkitab.”—Essentials—A Liberal-Evangelical Dialogue.

Apa yang membuatnya menyimpulkan bahwa ajaran siksaan kekal tidak berdasarkan Alkitab?

Pelajaran Bahasa

Argumen pertamanya menyangkut bahasa. Ia menjelaskan bahwa bila Alkitab menunjuk kepada akhir dari keadaan terkutuk (”Gehena”; lihat kotak, halaman 8), buku itu sering menggunakan kosa kata ”pembinasaan”, dalam bahasa Yunani ”kata kerjanya adalah apollumi (membinasakan) dan kata bendanya adalah apòleia (pembinasaan)”. Apakah kata-kata ini mengacu kepada siksaan? Stott menjelaskan bahwa bila kata kerjanya bersifat aktif dan transitif, ”apollumi” berarti ”membunuh”. (Matius 2:13; 12:14; 21:41) Jadi, di Matius 10:28, yang dalam King James Version disebutkan bahwa Allah membinasakan ”jiwa maupun tubuh di dalam neraka”, gagasan yang terkandung adalah kebinasaan dalam kematian, bukan siksaan kekal. Di Matius 7:13, 14, Yesus membandingkan ”sesaklah . . . jalan yang menuju kepada kehidupan” dengan ”lebarlah . . . jalan yang menuju kepada kebinasaan”. Stott berkomentar, ”Oleh karena itu, akan tampak aneh jika orang-orang yang dikatakan mengalami kebinasaan ternyata tidak binasa.” Dengan alasan yang dapat dibenarkan, ia mencapai kesimpulan, ”Jika membunuh adalah mencabut kehidupan dari tubuh, maka neraka tampaknya berarti pencabutan kehidupan fisik maupun rohani, yaitu, menjadi tidak ada.”—Essentials, halaman 315-16.

Menetapkan Tanggal Peristiwa-Peristiwa Dalam Arus Waktu

Menetapkan Tanggal Peristiwa-Peristiwa Dalam Arus Waktu

Pelajaran tentang Kitab-Kitab yang Terilham serta Latar Belakangnya

Pelajaran Nomor 3—Menetapkan Tanggal Peristiwa-Peristiwa Dalam Arus Waktu


Menghitung Waktu menurut Alkitab dan pembahasan tentang kronologi dari peristiwa-peristiwa utama dalam Kitab-Kitab Ibrani dan Yunani.

KETIKA Daniel mendapat penglihatan mengenai ’raja utara’ dan ’raja selatan,’ malaikat Yehuwa beberapa kali mengucapkan perkataan ”waktu yang ditetapkan.” (Dan. 11:6, 27, 29, 35) Ada banyak ayat lain juga yang menunjukkan bahwa Yehuwa sangat cermat dalam menetapkan waktu dan Ia melaksanakan maksud-tujuan-Nya tepat pada waktunya. (Luk. 21:24; 1 Tes. 5:1, 2) Di dalam Firman-Nya, yaitu Alkitab, Ia telah menyediakan sejumlah ”pedoman” yang membantu kita untuk mengetahui kapan terjadinya peristiwa-peristiwa penting dalam arus waktu. Banyak kemajuan telah dibuat dalam pemahaman kronologi Alkitab. Penyelidikan oleh para arkeolog dan yang lainnya terus memperjelas berbagai masalah, sehingga memungkinkan kita menentukan tanggal-tanggal terjadinya peristiwa-peristiwa penting yang dicatat dalam Alkitab.—Ams. 4:18.

Senin, 18 November 2013

Kapan Yerusalem Kuno Dihancurkan?—Bagian Satu

Kapan Yerusalem Kuno Dihancurkan?—Bagian Satu

Mengapa Ini Penting; Apa yang Ditunjukkan Bukti
Ini adalah artikel pertama yang membahas pertanyaan-pertanyaan akademis seputar tahun dihancurkannya Yerusalem kuno. Dua artikel dalam seri ini menyajikan jawaban berdasarkan Alkitab dan riset yang cermat atas pertanyaan yang kadang diajukan pembaca.
”Pada umumnya, sejarawan dan arkeolog mengakui 586 SM atau 587 SM sebagai tahun dihancurkannya Yerusalem. Mengapa Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan bahwa itu terjadi pada 607 SM? Apa dasar kesimpulan Anda?”

ITULAH pertanyaan seorang pembaca majalah ini. Tetapi, mengapa kita perlu mengetahui kapan sebenarnya Raja Babilonia Nebukhadnezar II menghancurkan kota Yerusalem? Pertama, karena peristiwa itu menandai titik balik penting dalam sejarah umat Allah. Seorang sejarawan mengatakan bahwa hal itu mengakibatkan ”bencana, bahkan bencana terbesar”. Tahun itu menandai akhir dari bait yang telah menjadi pusat ibadat kepada Allah Yang Mahakuasa selama lebih dari 400 tahun. ”Ya Allah,” ratap seorang pemazmur Alkitab, ”mereka menajiskan Rumah-Mu, Yerusalem dijadikan reruntuhan.”—Mazmur 79:1, Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK).

Kebenaran tentang Natal


 

APAKAH Anda memandang penting kebenaran rohani? Jika ya, mungkin Anda pernah mempertanyakan hal-hal ini: (1) Apakah Yesus memang lahir pada tanggal 25 Desember? (2) Siapakah ”orang-orang majus” dan apakah jumlahnya memang tiga orang? (3) ”Bintang” apa yang mengarahkan mereka kepada Yesus? (4) Apa hubungan Sinterklas dengan Yesus dan kelahirannya? (5) Bagaimana pandangan Allah tentang kebiasaan memberi hadiah atau, lebih tepatnya, tukar-menukar hadiah pada waktu Natal?

Sekarang, mari kita bahas pertanyaan-pertanyaan ini berdasarkan Alkitab dan fakta sejarah.
(1) Apakah Yesus Lahir pada Tanggal 25 Desember?

Kebiasaan: Menurut tradisi, kelahiran Yesus terjadi dan dirayakan pada 25 Desember. Ensiklopedi Indonesia menjelaskan bahwa Natal adalah pesta peringatan hari kelahiran Yesus di Betlehem.

Asal usulnya: ”Proses penetapan tanggal 25 Desember tidak berdasarkan Alkitab,” kata The Christmas Encyclopedia, ”tetapi dari perayaan kafir Romawi yang diadakan pada akhir tahun”, sekitar waktu titik balik matahari pada musim dingin di Belahan Bumi Utara. Salah satunya ialah perayaan Saturnalia, untuk menghormati Saturnus, dewa pertanian, ”dan perayaan gabungan untuk dua dewa matahari, Sol dari Roma dan Mitra dari Persia”, kata ensiklopedia yang sama. Hari lahir kedua dewa itu dirayakan pada tanggal 25 Desember, titik balik matahari pada musim dingin menurut kalender Julius.

Perayaan-perayaan kafir itu mulai ”dikristenkan” pada tahun 350, sewaktu Paus Julius I menyatakan 25 Desember sebagai hari kelahiran Kristus. ”Kelahiran Kristus ini perlahan-lahan diterima atau menggantikan semua ritus titik balik matahari lainnya,” kata Encyclopedia of Religion. ”Lambang-lambang matahari semakin digunakan untuk menggambarkan Kristus yang telah dibangkitkan (yang juga disebut Sol Invictus), dan lambang kuno lingkaran matahari . . . menjadi lingkaran cahaya di kepala para santo Kristen.”

Pandangan alkitab,mengapa natal bukan perayaan Kristiani ?


 

’NATAL dilarang! Siapa pun yang merayakannya atau bahkan tinggal di rumah, tidak bekerja pada hari Natal akan dijatuhi hukuman!’

Hal yang tampak aneh ini sungguh-sungguh terjadi pada abad ke-17. Orang-orang puritan (salah satu anggota mazhab Gereja Protestan) melarang perayaan itu di Inggris. Apa penyebab pendirian yang demikian tegas untuk menentang Natal? Dan mengapa dewasa ini terdapat jutaan orang yang merasa bahwa Natal bukan bagi umat kristiani?

Dari Mana Sebenarnya Natal Berasal?

Anda mungkin terkejut bila mempelajari bahwa Natal tidak diajarkan oleh Kristus Yesus maupun dirayakan olehnya atau para muridnya di abad pertama. Kenyataannya, tidak ada catatan tentang perayaan Natal sampai 300 tahun setelah Kristus wafat.

Kebanyakan orang yang hidup di zaman itu menyembah matahari, karena mereka merasakan ketergantungan yang kuat pada siklus tahunannya. Berbagai upacara yang terinci menyertai ibadat kepada matahari di Eropa, Mesir, dan Persia. Tema pokok perayaan-perayaan ini adalah kembalinya terang. Matahari, karena tampak lemah selama musim dingin, dimohon untuk kembali dari ’perjalanan jauh’. Perayaan-perayaan itu meliputi pesta pora, makan-makan, dansa-dansi, mendandani rumah dengan aneka lampu dan hiasan serta saling memberi hadiah. Apakah kegiatan-kegiatan ini kelihatannya sudah umum?

Para penyembah matahari yakin bahwa bagian kayu yang tidak terbakar di antara kayu api unggun memiliki kekuatan magis, bahwa menyalakan api unggun dapat memberi kekuatan kepada dewa matahari dan menghidupkan dia kembali, bahwa rumah yang dihias dengan evergreens (jenis pohon yang terus berdaun dan tetap berwarna hijau sepanjang tahun, seperti cemara, pinus, dan lain-lain) akan mengusir roh-roh jahat, bahwa holly (rangkaian sejenis daun-daunan dengan buah berwarna merah) dipersembahkan sebagai suatu janji kembalinya matahari, dan bahwa ranting pohon mistletoe (sejenis tanaman parasit berbuah putih) dapat membawa keberuntungan apabila dikenakan dengan anggun. Kepada perayaan apakah benda-benda ini dihubungkan dewasa ini?

1914—Tahun Penting dalam Nubuat Alkitab

 

PULUHAN tahun sebelumnya, siswa-siswa Alkitab mengumumkan bahwa akan terjadi peristiwa-peristiwa penting pada tahun 1914. Peristiwa apa sajakah itu, dan bukti apa yang menunjukkan bahwa 1914 adalah tahun yang sangat penting?
Sebagaimana dicatat di Lukas 21:24, Yesus mengatakan, ”Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa, sampai waktu yang ditetapkan bagi bangsa-bangsa [”segala zaman orang kafir”, Terjemahan Lama] digenapi.” Pada zaman dahulu, Yerusalem adalah ibu kota bangsa Yahudi—pusat pemerintahan raja-raja dinasti Daud. (Mazmur 48:1, 2) Tetapi, di antara semua pemimpin bangsa, raja-raja ini mempunyai kedudukan yang unik. Mereka duduk di ”takhta Yehuwa” sebagai wakil Allah sendiri. (1 Tawarikh 29:23) Maka, Yerusalem adalah lambang pemerintahan Yehuwa.
Namun, bagaimana dan kapan pemerintahan Allah mulai ”diinjak-injak oleh bangsa-bangsa”? Pada tahun 607 SM ketika Yerusalem ditaklukkan oleh orang Babilon. ”Takhta
Yehuwa” menjadi kosong, dan garis dinasti Daud terputus. (2 Raja 25:1-26) Apakah ’penginjak-injakan’ itu akan berlangsung untuk selamanya? Tidak, sebab tentang Zedekia, raja terakhir di Yerusalem, Yehezkiel bernubuat, ”Singkirkan serbanmu, dan tanggalkan mahkotamu.…Itu pasti tidak akan menjadi milik siapa pun sampai kedatangan dia yang memiliki hak yang sah, dan aku akan memberikannya kepada dia.” (Yehezkiel 21:26, 27) Pemilik ”hak yang sah” atas mahkota Daud adalah Kristus Yesus. (Lukas 1:32, 33) Jadi, ’penginjak-injakan’ itu berakhir sewaktu Yesus menjadi Raja.

Ketika Manusia Diam Bersama Allah di Firdaus


 

PERNAHKAH kita memikirkan apa artinya istilah ”TUHAN, yang menciptakan langit”, dan juga, ”Allah, yang menciptakan segala sesuatu”? Istilah2 itu berarti bahwa pernah ada suatu waktu manakala Allah hanya seorang diri. (Yesaya 42:5; Efesus 3:9) Tidak ada suatu barang ciptaan. Jadi selama jangka waktu panjang di masa lampau Allah hanya seorang diri dan Ia belum menjadi seorang Pencipta. Itu sebabnya nabi Musa berkata kepada Allah dalam doanya: ”Sebelum gunung2 dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari se-lama2nya sampai se-lama2nya Engkaulah Allah.” (Mazmur 90:2) Selama jangka waktu yang panjang sebelum Ia menciptakan sesuatu, Allah tetap merasa senang.

2 Kemudian datanglah saat ketika Allah berkehendak menjadi seorang Bapa. Bukan untuk menjadi Pencipta barang2 yang tak bernyawa atau tak berakal. Maksud Allah adalah untuk menciptakan makhluk2 yang cerdas, anak2 yang serupa dengan Dia sebagai Bapa mereka. Jadi Ia berkehendak untuk memikul tanggung-jawab dari satu keluarga. Anak2 macam apakah yang Ia hendak ciptakan pada mulanya? Bukan anak2 manusiawi, karena ini berarti Ia mesti membuat sebuah bola bumi lebih dulu supaya mereka dapat tinggal di sana. Sepatutnya Allah membuat anak2 yang seperti Dirinya, yakni surgawi dan roh, karena Ia sendiri adalah roh. Maka anak2 itu adalah anak2 rohani, yang dapat memandang Dia dan dapat menghadap kepadaNya dan Iapun dapat berkomunikasi secara langsung.

Kamis, 14 November 2013

ALLAH atau Elohim


 
Apa pun yang disembah dapat disebut allah atau dewa, karena si penyembah mengakuinya sebagai sesuatu yang lebih perkasa daripada dirinya dan ia memujanya. Seseorang bahkan dapat menjadikan perutnya sebagai allah. (Rm 16:18; Flp 3:18, 19) Alkitab menyebutkan bahwa ada banyak allah (Mz 86:8; 1Kor 8:5, 6), tetapi memperlihatkan bahwa allah-allah berbagai bangsa tidak ada nilainya.—Mz 96:5; lihat DEWA DAN DEWI.

Kata-Kata Ibrani. Kata Ibrani yang diterjemahkan ”Allah” antara lain ialah ʼEl, yang mungkin berarti ”Yang Perkasa; Yang Kuat”. (Kej 14:18) Kata itu digunakan untuk memaksudkan Yehuwa, allah-allah lain, dan manusia. Kata itu juga digunakan secara luas sebagai bagian dari nama pribadi, seperti Elisa (yang berarti ”Allah Adalah Keselamatan”) dan Mikhael (”Siapa Seperti Allah?”). Di beberapa ayat, ʼEl muncul dengan kata sandang tentu (ha·ʼEl, harfiah, ”Allah” [bhs. Ing., the God]) untuk memaksudkan Yehuwa, dengan demikian membedakan Dia dari allah-allah lain.—Kej 46:3; 2Sam 22:31; lihat Rbi8, Apendiks 1F dan 1G.

Dalam nubuat di Yesaya 9:6, Yesus Kristus disebut sebagai ʼEl Gib·bohr, ”Allah yang Perkasa” (bukan ʼEl Syad·dai [Allah Yang Mahakuasa], yang ditujukan kepada Yehuwa di Kejadian 17:1).

Bentuk jamak, ʼe·lim, digunakan apabila memaksudkan allah-allah lain, seperti di Keluaran 15:11 (”allah-allah”). Ini juga digunakan sebagai bentuk jamak yang menyatakan keagungan dan keunggulan, seperti di Mazmur 89:6, ”Siapakah yang dapat menyamai Yehuwa di antara putra-putra Allah [bi·veneh ʼE·lim]?” Di ayat ini dan di sejumlah ayat lain, bentuk jamak digunakan untuk menyatakan satu pribadi tunggal, dan ini didukung oleh fakta bahwa ʼE·lim diterjemahkan menjadi bentuk tunggal The·os dalam Septuaginta Yunani, maupun Deus dalam Vulgata Latin.

Yesus


 
Nama dan gelar Putra Allah setelah ia diurapi sewaktu berada di bumi.
Nama Yesus (Yn., I·e·sous) sama dengan nama Ibrani Yesyua (atau, bentuk yang lebih lengkapnya, Yehosyua), yang artinya ”Yehuwa Adalah Keselamatan”. Nama itu sendiri tidak istimewa, karena pada masa itu banyak orang memiliki nama tersebut. Itulah sebabnya, sering kali ada penambahan keterangan seperti ”Yesus, orang Nazaret”. (Mrk 10:47; Kis 2:22) Kristus berasal dari kata Yunani Khri·stos, padanan kata Ibrani Ma·syiakh (Mesias), yang artinya ”Orang yang Diurapi”. Sekalipun ungkapan ”orang yang diurapi” cocok untuk diterapkan pada orang-orang sebelum Yesus, seperti Musa, Harun, dan Daud (Ibr 11:24-26; Im 4:3; 8:12; 2Sam 22:51), kedudukan, jabatan, atau dinas yang mereka pegang setelah diurapi hanyalah gambaran pendahuluan dari kedudukan, jabatan, dan dinas yang lebih unggul yang dimiliki Yesus Kristus. Oleh karena itu, dalam arti yang paling unggul dan unik Yesus adalah ”Kristus, Putra dari Allah yang hidup”.—Mat 16:16; lihat KRISTUS; MESIAS.

Eksistensi Pramanusia. Kehidupan pribadi yang kemudian dikenal sebagai Yesus Kristus tidaklah berawal di bumi. Ia sendiri berbicara tentang kehidupan pramanusianya di surga. (Yoh 3:13; 6:38, 62; 8:23, 42, 58) Yohanes 1:1, 2 menyebutkan nama untuk pribadi yang menjadi Yesus ini sewaktu ia berada di surga, ”Pada mulanya Firman [Yn., Logos] itu ada, dan Firman itu bersama Allah, dan Firman itu adalah suatu allah [”ilahi”, AT; Mo; atau ”adalah pribadi ilahi”, Böhmer; Stage (keduanya dalam bhs. Jerman)]. Pribadi ini pada mulanya bersama Allah.” Karena Yehuwa itu kekal dan tidak mempunyai permulaan (Mz 90:2; Pny 15:3), pernyataan bahwa Firman itu bersama Allah sejak ’awal mula’ dalam ayat tersebut pastilah memaksudkan awal mula pekerjaan penciptaan Yehuwa. Hal itu diteguhkan oleh ayat-ayat lain yang mengidentifikasi Yesus sebagai ”yang sulung dari antara semua ciptaan”, ”awal dari ciptaan Allah”. (Kol 1:15; Pny 1:1; 3:14) Oleh karena itu, Tulisan-Tulisan Kudus mengidentifikasi Firman itu (Yesus dalam eksistensi pramanusianya) sebagai ciptaan pertama Allah, Putra sulung-Nya.

YEHUWA




 

[bentuk kausatif imperfek dari kata kerja Ibr., ha·wah′ (menjadi); artinya ”Ia Menyebabkan Menjadi”].


Nama pribadi Allah. (Yes 42:8; 54:5) Meskipun dalam Alkitab Allah disebut dengan berbagai gelar deskriptif, misalnya ”Allah”, ”Tuan Yang Berdaulat”, ”Pencipta”, ”Bapak”, ”Yang Mahakuasa”, dan ”Yang Mahatinggi”, kepribadian serta sifat-sifat-Nya—siapa dan apa sebenarnya Dia—sepenuhnya terangkum dan dinyatakan dalam nama pribadi ini saja.—Mz 83:18.