Jumat, 06 Desember 2013

Hari-Hari Raya-Natal.



 

Definisi: Hari-hari yang biasanya ditandai dengan libur dari pekerjaan sekuler dan sekolah guna merayakan suatu peristiwa. Hari-hari tersebut bisa juga berupa kesempatan untuk pesta-pesta keluarga atau masyarakat. Orang-orang yang ambil bagian di dalamnya dapat menganggapnya bersifat agama atau sebagian besar bersifat ramah-tamah atau duniawi.

Apakah Hari Natal perayaan yang didasarkan atas Alkitab?

Tanggal Perayaan

Cyclopœdia karya M’Clintock dan Strong mengatakan, ”Perayaan Hari Natal bukan suatu ketetapan ilahi, juga tidak berasal dari P[erjanjian] B[aru]. Hari kelahiran Kristus tidak dapat dipastikan dari P[erjanjian] B[aru], atau, malah, dari sumber lain mana pun.”—(New York, 1871), Jil. II, hlm. 276.

Luk. 2:8-11 menunjukkan bahwa gembala-gembala berada di padang pada malam hari sewaktu Yesus dilahirkan. Buku Daily Life in the Time of Jesus menyatakan, ”Kawanan ternak . . . melewati musim dingin di dalam kandang; dan dari sini saja nyata bahwa tanggal tradisional untuk Hari Natal, yaitu pada musim dingin, tidak mungkin benar, karena Injil mengatakan bahwa gembala-gembala berada di padang.”—(New York, 1962), Henri Daniel-Rops, hlm. 228.

The Encyclopedia Americana memberi tahu kita, ”Alasan untuk menetapkan tanggal 25 Desember sebagai Hari Natal agak kabur, tetapi biasanya dianggap bahwa hari itu dipilih agar sesuai dengan perayaan-perayaan kafir yang diadakan sekitar waktu musim dingin ketika matahari berada pada titik yang paling jauh dari khatulistiwa, ketika hari-hari mulai lebih panjang, untuk merayakan ’kelahiran kembali matahari’. . . . Saturnalia Romawi (suatu perayaan yang dibaktikan untuk Saturnus, dewa pertanian, dan kepada tenaga matahari yang diperbarui), juga diadakan pada waktu itu, dan ada kebiasaan-kebiasaan Hari Natal yang diperkirakan berasal dari perayaan kafir kuno ini.”—(1977), Jil. 6, hlm. 666.

The New Catholic Encyclopedia mengakui, ”Tanggal lahirnya Kristus tidak diketahui. Kitab-kitab Injil tidak mengatakan hari ataupun bulannya . . . Menurut hipotesa yang dinyatakan oleh H. Usener . . . dan diterima oleh kebanyakan pakar dewasa ini, kelahiran Kristus ditetapkan sama dengan tanggal pada musim dingin sewaktu matahari berada pada titik yang paling jauh dari khatulistiwa (25 Desember dalam kalender Yulian, 6 Januari dalam kalender Mesir), karena pada hari tersebut, pada waktu matahari memulai perjalanan kembalinya ke sebelah utara, orang-orang kafir yang menyembah Mitra merayakan dies natalis Solis Invicti (hari lahir matahari yang tidak terkalahkan). Pada tanggal 25 Des. 274, Aurelian telah menyatakan dewa matahari sebagai pelindung utama kekaisaran dan membaktikan sebuah kuil kepadanya dalam Kampus Martius. Hari Natal berasal dari suatu waktu ketika pemujaan matahari kuat sekali di Roma.”—(1967), Jil. III, hlm. 656.

Orang-orang bijaksana, atau Majus, dibimbing oleh sebuah bintang

Orang-orang Majus tersebut sebenarnya adalah astrolog-astrolog dari timur. (Mat. 2:1, 2, BIS; NW) Meskipun astrologi memang populer di kalangan orang-orang dewasa ini, praktek tersebut sangat ditentang dalam Alkitab. (Lihat halaman 376, di bawah judul utama ”Takdir”.) Apakah Allah akan membimbing orang-orang yang praktek-prakteknya Ia kutuk kepada Yesus yang baru dilahirkan?

Matius 2:1-16 menunjukkan bahwa bintang itu membimbing para astrolog mula-mula ke Raja Herodes dan kemudian kepada Yesus dan bahwa Herodes kemudian berusaha membunuh Yesus. Sama sekali tidak disebutkan bahwa orang-orang lain di samping para astrolog itu melihat ”bintang” tersebut. Setelah mereka pergi, malaikat Yehuwa memperingatkan Yusuf agar lari ke Mesir untuk melindungi anak itu. Apakah ”bintang” itu suatu tanda dari Allah atau dari suatu pribadi yang berusaha membinasakan Putra Allah?

Perhatikan, kisah Alkitab tidak mengatakan bahwa mereka menemukan bayi Yesus dalam sebuah palungan, sebagaimana biasa dilukiskan dalam karya seni Hari Natal. Pada waktu para astrolog itu tiba, Yesus dan orang tuanya tinggal dalam sebuah rumah. Berkenaan dengan usia Yesus pada waktu itu, ingatlah bahwa, berdasarkan apa yang diketahui Herodes dari para astrolog tersebut, ia memerintahkan agar semua anak laki-laki di distrik Betlehem yang berumur 2 tahun ke bawah dibunuh.—Mat. 2:1, 11, 16.

Pemberian hadiah sebagai bagian dari perayaan; cerita tentang Sinterklas, Bapak Natal, dsb.

Kebiasaan memberikan hadiah Natal tidak didasarkan pada apa yang dilakukan oleh orang-orang Majus. Seperti ditunjukkan di atas, mereka tidak datang pada waktu Yesus lahir. Selanjutnya, mereka memberikan hadiah-hadiah, bukan kepada satu sama lain, tetapi kepada Yesus sang anak, sesuai dengan apa yang pada waktu itu menjadi kebiasaan jika mengunjungi orang-orang penting.

The Encyclopedia Americana menyatakan, ”Selama Saturnalia . . . perayaan diadakan di mana-mana, dan hadiah-hadiah dipertukarkan.” (1977, Jil. 24, hlm. 299) Dalam banyak hal, ini menggambarkan semangat memberi pada Hari Natal—tukar-menukar hadiah. Semangat yang tercermin dalam pemberian hadiah-hadiah demikian tidak mendatangkan kebahagiaan sejati, karena hal itu melanggar prinsip-prinsip Kristen seperti yang terdapat dalam Matius 6:3, 4 dan 2 Korintus 9:7. Tentu seorang Kristen dapat memberikan hadiah kepada orang-orang lain sebagai pernyataan kasih pada waktu-waktu lain sepanjang tahun, dan berbuat demikian sesering yang ia inginkan.

Bergantung di mana mereka tinggal, anak-anak diberi tahu bahwa hadiah-hadiah dibawa oleh Sinterklas, Santo Nikolas, Bapak Natal, Père Noël, Knecht Ruprecht, orang-orang Majus, jin Jultomten (atau Julenissen), atau seorang tukang sihir wanita yang dikenal sebagai La Befana. (The World Book Encyclopedia, 1984, Jil. 3, hlm. 414) Tentu, tidak satu pun dari cerita-cerita tersebut benar. Apakah menceritakan hal-hal demikian akan membina respek kepada kebenaran dalam diri anak-anak, dan apakah kebiasaan demikian menghormati Yesus Kristus, yang mengajar bahwa Allah harus disembah dengan kebenaran?—Yoh. 4:23, 24.

Apakah kita boleh ikut dalam perayaan-perayaan yang mungkin tidak berasal dari Kekristenan asalkan hal itu tidak dilakukan untuk alasan-alasan agama?

Ef. 5:10, 11: ”Teruslah pastikan apa yang diperkenan Tuan; dan berhentilah mengambil bagian bersama mereka dalam perbuatan yang tidak menghasilkan buah, yang berkaitan dengan kegelapan, tetapi, sebaliknya, hendaknya kamu mencela semuanya.”

2 Kor. 6:14-18: ”Apakah ada persekutuan antara keadilbenaran dengan pelanggaran hukum? Atau apakah ada persamaan antara terang dengan kegelapan? Selanjutnya, apakah ada keselarasan antara Kristus dan Belial? Atau apakah orang yang setia mempunyai bagian bersama orang yang tidak percaya? Dan apakah ada kesepakatan antara bait Allah dengan berhala-berhala? . . . ’”Karena itu keluarlah dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu,” kata Yehuwa, ”dan berhentilah menyentuh perkara yang najis”’; ’”dan aku akan menerima kamu, . . . dan kamu akan menjadi putra-putriku,” kata Yehuwa Yang Mahakuasa.’” (Kasih yang tulus kepada Yehuwa dan keinginan yang kuat untuk menyenangkan Dia akan membantu seseorang membebaskan diri dari praktek-praktek yang tidak bersifat Kristen yang mungkin saja mempunyai daya tarik secara emosi. Seseorang yang benar-benar mengenal dan mengasihi Yehuwa tidak akan merasa bahwa dengan menjauhi praktek-praktek yang menghormati ilah-ilah palsu atau yang memajukan kepalsuan ia akan kehilangan kebahagiaan. Kasih yang tulus akan membuatnya bersukacita, bukan atas ketidakadilbenaran, melainkan atas kebenaran. Lihat 1 Korintus 13:6.)

Bandingkan Keluaran 32:4-10. Perhatikan bahwa orang-orang Israel mengambil alih suatu praktek agama Mesir tetapi memberinya nama baru, ”perayaan bagi Yehuwa”. Tetapi, Yehuwa dengan keras menghukum mereka karena hal ini. Dewasa ini, kita hanya melihat praktek-praktek abad ke-20 yang dihubungkan dengan hari-hari raya. Ada yang mungkin kelihatannya tidak apa-apa. Tetapi, Yehuwa telah melihat sendiri praktek-praktek agama kafir yang menjadi asal usul hari-hari raya tersebut. Bukankah pandangan-Nya merupakan suatu hal yang penting bagi kita?

Perumpamaan: Misalkan sekelompok orang datang ke rumah seorang pria dan mengatakan bahwa mereka akan merayakan hari lahirnya. Dia tidak senang dengan perayaan hari lahir. Dia tidak senang melihat orang-orang makan dengan berlebihan atau mabuk atau bertingkah laku bebas. Namun, ada di antara mereka yang melakukan hal-hal tersebut, dan mereka membawa hadiah untuk setiap orang di sana kecuali dia! Terlebih lagi, mereka memilih hari lahir salah seorang musuh pria itu sebagai tanggal untuk perayaan tersebut. Bagaimana perasaan pria itu? Apakah saudara ingin menjadi bagian dari perayaan itu? Sebenarnya inilah yang dilakukan pada waktu merayakan Natal.

Apa asal usul Hari Paskah (Easter) dan kebiasaan-kebiasaan yang terkait?

The Encyclopœdia Britannica mengomentari, ”Tidak ada petunjuk mengenai perayaan Hari Paskah (Easter) dalam Perjanjian Baru, atau dalam tulisan-tulisan Bapak-Bapak Rasuli. Menyucikan waktu-waktu tertentu merupakan suatu gagasan yang tidak pernah ada dalam pikiran umat Kristen masa awal.”—(1910), Jil. VIII, hlm. 828.

The Catholic Encyclopedia memberi tahu kita, ”Banyak sekali kebiasaan kafir, untuk merayakan kembalinya musim semi, diserap oleh Hari Paskah (Easter). Telur adalah lambang mulai tumbuhnya kehidupan pada awal musim semi. . . . Kelinci adalah suatu lambang kafir dan selalu merupakan lambang kesuburan.”—(1913), Jil. V, hlm. 227.

Dalam buku The Two Babylons, oleh Alexander Hislop, kita membaca, ”Apa arti istilah Easter itu sendiri? Ini bukan sebuah nama Kristen. Pada dahinya tertera asal usul Khaldea-nya. Easter tidak lain adalah Astarte, salah satu gelar Beltis, ratu surga, yang namanya, . . . seperti ditemukan oleh Layard pada monumen-monumen Asiria, ialah Istar. . . . Itulah sejarah Easter. Upacara-upacara populer yang masih dilakukan pada masa perayaannya banyak sekali meneguhkan kesaksian sejarah tentang sifat Babilonnya. Roti-roti Easter atau hot cross buns pada Jumat Agung, dan telur-telur berwarna dari Minggu Paskah (Easter Sunday), terdapat pada upacara-upacara Khaldea sama seperti yang mereka lakukan sekarang.”—(New York, 1943), hlm. 103, 107, 108; bandingkan Yeremia 7:18.

Apakah perayaan Tahun Baru dilarang bagi umat Kristen?

Menurut The World Book Encyclopedia, ”Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan tanggal 1 Januari sebagai Hari Tahun Baru pada tahun 46 SM. Orang-orang Romawi membaktikan hari tersebut kepada Yanus, dewa gerbang-gerbang, pintu-pintu, dan awal mula. Bulan Januari disebut sesuai dengan nama Yanus, yang mempunyai dua wajah—satu melihat ke depan dan yang satunya melihat ke belakang.”—(1984), Jil. 14, hlm. 237.

Tanggal maupun kebiasaan-kebiasaan yang ada hubungannya dengan perayaan Tahun Baru berbeda di setiap negeri. Di banyak tempat pesta pora dan minum minuman keras menjadi bagian dari pesta-pesta. Tetapi, Roma 13:13 menasihati, ”Seperti pada siang hari, biarlah kita berjalan dengan sopan, tidak dengan pesta pora dan bermabuk-mabukan, tidak dengan melakukan hubungan yang tidak sah dan tingkah laku bebas, tidak dengan percekcokan dan kecemburuan.” (Lihat juga 1 Petrus 4:3, 4; Galatia 5:19-21.)

Apa yang ada di balik hari-hari raya untuk memperingati ”roh-roh orang mati”?

Dalam The Encyclopœdia Britannica edisi tahun 1910 dikatakan, ”All Souls’ Day [Hari Jiwa-Jiwa Semua Orang atau Peringatan Jiwa-Jiwa di Api Penyucian] . . . hari yang dikhususkan dalam Gereja Katolik Roma untuk memperingati orang-orang setia yang mati. Perayaan itu didasarkan pada doktrin bahwa jiwa orang-orang setia yang pada waktu mati belum dibersihkan dari dosa-dosa kecil, atau yang belum ditebus dari kesalahan-kesalahan yang lalu, tidak dapat melihat wajah Tuhan (Beatific Vision), dan bahwa mereka dapat dibantu untuk mencapainya dengan doa dan korban misa. . . . Beberapa kepercayaan populer yang ada hubungannya dengan All Souls’ Day mempunyai asal usul kafir dan berasal dari zaman dahulu. Jadi orang-orang mati, menurut apa yang dipercayai rakyat jelata banyak negeri Katolik, kembali ke rumah mereka yang semula pada malam All Souls’ Day dan memakan makanan orang-orang yang hidup.”—Jil. I, hlm. 709.

The Encyclopedia Americana mengatakan, ”Unsur-unsur kebiasaan yang ada hubungannya dengan Halloween (perayaan pada malam sebelum All Souls’ Day) dapat ditelusuri berasal dari upacara Druid (imam-imam Keltik atau Inggris kuno) pada zaman pra-Kristen. Orang-orang Keltik mempunyai perayaan untuk dua dewa utama—dewa matahari dan dewa orang-orang mati (yang disebut Samhain), dan perayaannya diadakan pada tanggal 1 November, awal Tahun Baru orang-orang Keltik. Perayaan orang-orang mati lambat laun dimasukkan ke dalam upacara Kristen.”—(1977), Jil. 13, hlm. 725.

Buku The Worship of the Dead menunjuk kepada asal mula ini, ”Dongeng-dongeng dari semua bangsa terjalin dengan peristiwa Air Bah . . . Kekuatan argumen ini digambarkan oleh fakta dirayakannya suatu pesta besar untuk orang-orang mati guna memperingati kejadian itu, bukan hanya oleh bangsa-bangsa yang sedikit banyak berhubungan satu sama lain, tetapi oleh bangsa-bangsa lain yang terpisah jauh, oleh samudra maupun oleh masa berabad-abad. Selain itu, perayaan ini, yang diperingati oleh semua orang pada atau kira-kira pada hari manakala, menurut kisah Musa, Air Bah itu terjadi, yaitu, hari yang ketujuh belas bulan kedua—bulan yang hampir sama dengan November kita.” (London, 1904, Kolonel J. Garnier, hlm. 4) Jadi, perayaan-perayaan ini sebenarnya awalnya untuk menghormati orang-orang yang telah dibinasakan Allah karena kejahatan mereka pada zaman Nuh.—Kej. 6:5-7; 7:11.

Hari-hari raya demikian yang menghormati ”roh-roh orang mati”, seolah-olah mereka masih hidup di suatu tempat lain, bertentangan dengan gambaran Alkitab tentang kematian sebagai suatu keadaan tanpa kesadaran sama sekali.—Pkh. 9:5, 10; Mz. 146:4.

Berkenaan dengan asal usul kepercayaan bahwa jiwa manusia tidak berkematian, lihat halaman 178, 179, di bawah judul utama ”Kematian”, dan halaman 154, 155, di bawah judul ”Jiwa”.

Apa asal mula Hari Kasih Sayang (Valentine)?

The World Book Encyclopedia memberi tahu kita, ”Hari Kasih Sayang (tanggal 14 Februari) jatuh pada hari raya dua martir Kristen yang bernama Valentinus. Tetapi, kebiasaan yang ada hubungannya dengan hari itu . . . mungkin berasal dari suatu perayaan Romawi kuno yang disebut Lupercalia yang jatuh setiap tanggal 15 Februari. Perayaan ini menghormati Yuno, dewi Romawi dari para wanita dan perkawinan, dan Pan, dewa alam.”—(1973), Jil. 20, hlm. 204.

Apa asal mula kebiasaan menyisihkan satu hari guna menghormati para ibu?

The Encyclopœdia Britannica mengatakan, ”Suatu perayaan yang berasal dari kebiasaan menyembah ibu di Yunani kuno. Penyembahan ibu yang resmi, dengan upacara-upacara kepada Sibele, atau Rea, Ibu Agung para Dewa, dilakukan pada Ides (tanggal 15) bulan Maret di seluruh Asia Kecil.”—(1959), Jil. 15, hlm. 849.

Prinsip-prinsip Alkitab mana menjelaskan pandangan umat Kristen terhadap upacara-upacara untuk memperingati peristiwa-peristiwa dalam sejarah politik suatu bangsa?

Yoh. 18:36: ”Yesus menjawab [kepada gubernur Romawi], ’Kerajaanku bukan bagian dari dunia ini.’”

Yoh. 15:19: ”Jika kamu [para pengikut Yesus] bagian dari dunia, dunia akan mencintai apa yang adalah miliknya. Karena kamu bukan bagian dari dunia, tetapi aku telah memilih kamu dari dunia, itulah sebabnya dunia membenci kamu.”

1 Yoh. 5:19: ”Seluruh dunia berada dalam kuasa si fasik.” (Bandingkan Yohanes 14:30; Penyingkapan 13:1, 2; Daniel 2:44.)

Hari-hari raya setempat dan nasional lainnya

Ada banyak. Tidak semua dapat dibahas di sini. Tetapi keterangan sejarah di atas memberikan petunjuk tentang apa yang harus diperhatikan sehubungan dengan hari raya apa pun, dan prinsip-prinsip Alkitab yang sudah dibahas memberikan banyak sekali petunjuk bagi orang-orang yang keinginan utamanya adalah melakukan apa yang menyenangkan Allah Yehuwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar